JAKARTA - Migrain dan sakit kepala yang diderita seseorang nyatanya juga berkaitan dengan pengalaman di masa kecilnya. Sebab, kekerasan fisik yang dialami saat anak-anak bisa meningkatkan risiko migrain ketika dewasa.
Seperti diungkapkan Dawn Buse, direktur behavioral medicine di Montefiore Headache Center sekaligus ketua penulis studi, penganiayaan pada masa kanak-kanak bisa menimbulkan efek jangka panjang. Terutama gangguan psikis dan medis, termasuk migrain.
"Ketika menangani pasien dengan migrain, biasanya ahli sarag juga harus melihat rowayat penganiayaan yang dialami pasien ketika mereka kanak-kanak," tutur Buse yang juga profesor neurologi klinis di Albert Einstein College of Medicine, New York.
Untuk studi ini, peneliti menggunakan data terakhir dari 8.300 orang yang mengalami migrain dan lebih dari 1.400 orang yang mengalami sakit kepala kronis. Setelah melakukan wawancara mendalam, sebanyak 24,5% dari pasien migrain mengaku mengalami kekerasan di masa kanak-kanak.
Sedangkan, pada pasien sakit kepala kronis, kekerasan saat anak-anak dialami 21,5% orang. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan orang yang mengalami kekerasan baik fisik atau psikis sebelum usia 18 tahun 30% lebih mungkin mengalami migrain daripada sakit kepala kronis.
"Memang temuan ini juga dipengaruhi usia, jenis kelamin, ras, pendapatan, kecemasan, dan depresi. Namun, dengan seringnya mengalami kekerasan saat anak-anak, seseorang jadi mudah tertekan dan selalu tegang dalam menghadapi masalah," tutur Buse dalam laporannya di jurnal Neurology dan dikutip detik.com, Sabtu (3/1/2015).
Apalagi, Buse menambahkan jika studi sebelumnya mengungkapkan bahwa pelecehan seksual dan penelantaran emosional yang dialami saat anak-anak, lebih memungkinkan yang bersangkutan mengalami migrain saat dewasa. (*)
Seperti diungkapkan Dawn Buse, direktur behavioral medicine di Montefiore Headache Center sekaligus ketua penulis studi, penganiayaan pada masa kanak-kanak bisa menimbulkan efek jangka panjang. Terutama gangguan psikis dan medis, termasuk migrain.
"Ketika menangani pasien dengan migrain, biasanya ahli sarag juga harus melihat rowayat penganiayaan yang dialami pasien ketika mereka kanak-kanak," tutur Buse yang juga profesor neurologi klinis di Albert Einstein College of Medicine, New York.
Untuk studi ini, peneliti menggunakan data terakhir dari 8.300 orang yang mengalami migrain dan lebih dari 1.400 orang yang mengalami sakit kepala kronis. Setelah melakukan wawancara mendalam, sebanyak 24,5% dari pasien migrain mengaku mengalami kekerasan di masa kanak-kanak.
Sedangkan, pada pasien sakit kepala kronis, kekerasan saat anak-anak dialami 21,5% orang. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan orang yang mengalami kekerasan baik fisik atau psikis sebelum usia 18 tahun 30% lebih mungkin mengalami migrain daripada sakit kepala kronis.
"Memang temuan ini juga dipengaruhi usia, jenis kelamin, ras, pendapatan, kecemasan, dan depresi. Namun, dengan seringnya mengalami kekerasan saat anak-anak, seseorang jadi mudah tertekan dan selalu tegang dalam menghadapi masalah," tutur Buse dalam laporannya di jurnal Neurology dan dikutip detik.com, Sabtu (3/1/2015).
Apalagi, Buse menambahkan jika studi sebelumnya mengungkapkan bahwa pelecehan seksual dan penelantaran emosional yang dialami saat anak-anak, lebih memungkinkan yang bersangkutan mengalami migrain saat dewasa. (*)