Menu Atas

Iklan

iklan

Soal PP Aborsi, Ini Penjelasan Menteri Kesehatan

Admin
Kamis, 14 Agustus 2014 | 07.33.00 WIB Last Updated 2014-08-14T00:33:41Z
Nafsiah Mboi

JAKARTA - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, aborsi tetap merupakan praktik terlarang berdasarkan undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menurut dia tetap membatasi aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus perkosaan. Ini penjelasannya.

"Jadi (masalah aborsi ini) telah dibahas selama 5 tahun, baik Undang-undang dan PP mengatakan aborsi dilarang kecuali untuk dua keadaan gawat darurat medik dan kehamilan akibat perkosaan," ujar Nafsiah di Istana Negara, Rabu (13/8/2014). 

Dia menegaskan PP ini adalah amanat dari UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Nafsiah mengatakan, kondisi perlunya aborsi untuk kasus darurat medis mensyaratkan pembuktian dari tim ahli. Adapun dalam kasus perkosaan, kata dia, usia janin pun tak boleh lebih dari 40 hari terhitung sejak hari pertama dari haid terakhir.

"(Soal usia janin) sesuai fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia, red). Memang kalau di Khatolik, dari pembuahan sudah dianggap manusia maka akan ada konseling dan keputusan di tangan ibu," papar Nafsiah, seperti dilansir kompas.com.

Kementerian Kesehatan, kata Nafsiah, akan menyiapkan Peraturan Menteri Kesehatan untuk menyediakan tim ahli yang dipersyaratkan untuk persetujuan aborsi dalam kasus darurat medis. Targetnya, ujar dia, peraturan tersebut rampung sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir.

Menurut Nafsiah, Kementerian Kesehatan juga akan menggelar pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk bisa memberikan konseling yang tepat. "Sehingga (aborsi), karena baik UU maupun PP mengatakan abortus dilarang kecuali untuk dua hal ini," tegas dia.

Nafsiah mengaku belum tahu ada penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas penerbitan PP Nomor 61 Tahun 2014. "Saya tidak tahu. Ini kan sudah dibahas lima tahun lintas sektor melibatkan civil society. Mungkin yang ditanya (komentarnya soal PP ini) nggak baca (soal kajian dan PP ini)," seloroh dia.

Isi PP Kesehatan Reproduksi

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan, merujuk Pasal 75 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2009.

Pasal tersebut menyatakan setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Indikasi kedaruratan medis dimaksud meliput kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau kesehatan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Penentuan indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi, yang paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan, yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Adapun kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter dan keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanya perkosaan.

“Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab,” bunyi Pasal 35 Ayat (1) PP Kesehatan Reproduksi.

PP tersebut mendefinisikan praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab tersebut adalah aborsi dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; dilakukan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; tidak diskriminatif; dan tidak mengutamakan imbalan materi.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Soal PP Aborsi, Ini Penjelasan Menteri Kesehatan

Tag Terpopuler

Iklan

iklan