JAKARTA - Banyak orangtua yang beranggapan dengan memberikan segala bentuk fasilitas dan gadget yang mewah itu sudah membuat si anak bahagia. Anggapan ini salah besar.
"Banyak orangtua yang memberikan fasilitas yang berlebih dan mahal agar anak terpuaskan dalam pemenuhan kebutuhannya. Padahal anak-anak hanya butuh diperhatikan dan diberi kasih sayang," kata Pakar Neuroscience Dr. Amir Zuhdi saat talkshow Parenting yang diselenggarakan lembaga sosial PKPU di Jakarta, Sabtu (25/5/2013).
Jika tidak segera disadari maka bisa memunculkan perilaku dan kebiasaan buruk bagi anak tersebut sehingga menurunkan kualitas anak.
"Untuk menghasilkan anak yang berkualitas orangtua dituntut untuk bisa memahami keinginan anak," kata Amir dalam talkshow yang diikuti 200 orang ini sebagai bentuk layanan PKPU kepada donatur, mitra sekolah dan para orang tua ini.
Ia mendorong orangtua untuk belajar menguasai emosi anak melalui pelatihan karena dengan cara itu kita bisa menguasai anak. Dengan demikian kedepan kita bisa menjadikan anak kita menjadi pribadi yang matang.
"Orangtua harus konsultan dan juga pelatih bagi anak. Kalau konsultasi orangtua memberikan sesuatu ilmu yang baru ke anak, sementara kalau latihan itu peningkatan sehingga anak sehingga tahan dalam kehidupan," tuturnya.
Cabik Emosi Anak
Saking sibuknya, sering kita tidak peduli anak ingin diperhatikan. Misalnya, saat anak selesai menggambar lalu ingin ditunjukkan kepada kita. Namun, kita jawab nanti saja, lagi sibuk dan sebagainya.
Atau saat anak kita menggambar, kita memberikan nilai gambarnya jelek sekali, tidak bagus dan orangtua menyampaikan kekecewaannya.
"Apa yang dilakukan orangtua dengan memberikan apresiasi yang buruk akan mencabik cabik emosi anak," kata Dr. Amir Zuhdi.
Ketika anak-anak mendapatkan apresiasi yang tidak baik dari orangtua maka akan membuat anak-anak tidak punya inisiatif yang berdampak anak tidak bisa inovasi. Padahal inovasi adalah cara menghasilkan harapan dan kehidupan lebih baik.
Kenapa emosi penting? "Sebayak 80 persen kesuksesan karya kita diperoleh dari kemampuan dalam menjaga emosi," tuturnya.
Penelitian menunjukkan anak yang cenderung bisa mengendalikan emosi, kedepan akan lebih sukses dibandingkan dengan emosian dari karir maupun jabatan di pekerjaan.
"Sebuah penelitian pernah dilakukan seorang profesor kepada anak TK berumur 4-6 tahun dengan jumlah 50 orang. Sang profesor datang bawa 30 kue. Ia juga menawarkan yang belum mendapat akan akan bisa memperoleh tambahan kue jika mau bertahan 5 menit dan juga akan ada tambahan dua kue plus cokelat jika mau menunggu 15 menit.
"Setelah 30 tahun, anak yang tergolong agresif langsung ambil paling mentok menjadi manajer, pengangguran. Sebaliknya yang nunda 15 menit jadi pemilik perusahaan," katanya.
Atau saat anak kita menggambar, kita memberikan nilai gambarnya jelek sekali, tidak bagus dan orangtua menyampaikan kekecewaannya.
"Apa yang dilakukan orangtua dengan memberikan apresiasi yang buruk akan mencabik cabik emosi anak," kata Dr. Amir Zuhdi.
Ketika anak-anak mendapatkan apresiasi yang tidak baik dari orangtua maka akan membuat anak-anak tidak punya inisiatif yang berdampak anak tidak bisa inovasi. Padahal inovasi adalah cara menghasilkan harapan dan kehidupan lebih baik.
Kenapa emosi penting? "Sebayak 80 persen kesuksesan karya kita diperoleh dari kemampuan dalam menjaga emosi," tuturnya.
Penelitian menunjukkan anak yang cenderung bisa mengendalikan emosi, kedepan akan lebih sukses dibandingkan dengan emosian dari karir maupun jabatan di pekerjaan.
"Sebuah penelitian pernah dilakukan seorang profesor kepada anak TK berumur 4-6 tahun dengan jumlah 50 orang. Sang profesor datang bawa 30 kue. Ia juga menawarkan yang belum mendapat akan akan bisa memperoleh tambahan kue jika mau bertahan 5 menit dan juga akan ada tambahan dua kue plus cokelat jika mau menunggu 15 menit.
"Setelah 30 tahun, anak yang tergolong agresif langsung ambil paling mentok menjadi manajer, pengangguran. Sebaliknya yang nunda 15 menit jadi pemilik perusahaan," katanya.