ilustrasi |
JAKARTA - Kasus dugaan malapraktik kembali terjadi, kali ini menimpa bayi mungil bernama Edwien Timothy. Bayi berusia 2,5 bulan itu harus kehilangan jari telunjuknya pascaperawatan di Rumah Sakit Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur.
Awalnya, pasangan Gonti Sihombing (34) dan Romauli Manurung (28) membawa buah hatinya ke RS Harapan Bunda pada 20 Februari 2013 karena menderita sakit batuk dan flu. Saat tiba di ruang pemeriksaan korban sempat mengalami kejang dan langsung mendapat tindakan medis di ruang Unit Gawat Darurat (UGD).
"Dia langsung disuntik di bagian duburnya, kata Dokter Lenny S Budi, suntikan itu isinya obat antikejang," kata Gonti, Rabu (10/4/2013).
Setelah itu, anak tersebut langsung dirawat di ruang perawatan dan diinfus di bagian telapak tangan. Sejak mendapat perawatan itulah, telapak tangan korban yang diinfus mulai membengkak.
Gonti awalnya menganggap bengkak telapak tangan korban sebagai hal yang wajar. "Memang sebelum disuntik infus di bagian telapak tangan itu, dokter berkali-kali coba suntik infus di seluruh tangan, tapi nggak bisa. Akhirnya di telapak tangan kanan yang cocok," ujar karyawan marketing sebuah bank di Jakarta itu.
Melihat telapak tangan anaknya yang kian membengkak, Gonti meminta dokter untuk mencabut infus tersebut. Esok harinya, kondisi flu Edwien berangsur membaik, namun kondisi tangannya kian memburuk dimana pada bagian jari telunjuknya terlihat menghitam.
"Tangan anak saya semakin membengkak. Saya lihat sudah menghitam dari bagian tangan sampai jari. Seperti infeksi," kata Gonti.
Melihat kondisi anaknya sudah membaik, Gonti dan istrinya berkeputusan untuk membawa pulang dan menjalani rawat jalan. "Saya anggap biasa saja bengkak di telapak tangannya," ujar dia.
Namun, setelah beberapa minggu kemudian, Gonti tidak melihat akan ada tanda-tanda telapak tangan anaknya membaik. Bahkan, telapak tangannya semakin menghitam dan hampir membusuk.
Khawatir dengan kondisi itu, Gonti kembali membawa korban ke RS Harapan Bunda. "Saya bawa lagi ke rumah sakit. Tapi memang dari awal pihak rumah sakit seperti mengalami kesulitan saat mau ambil tindakan medis," katanya.
Pihak RS Harapan Bunda pun kemudian meminta agar Gonti dan istrinya membawa Edwien ke RSUD Pasar Rebo untuk pemeriksaan saraf pada telapak tangannya. Alasannya, peralatan medis di RS Harapan Bunda terbatas.
"Di rujuk ke RSUD Pasar Rebo untuk cek EEG (pemeriksaan saraf) jika memang terbukti keadaan luka sarafnya, maka rumah sakit mau bertanggung jawab," ungkap Gonti.
Gonti pun pada Senin 25 Februari berangkat ke RSUD Pasar Rebo. Hasil pemeriksaan, bekas infus pada telapak tangan itu memang kondisinya semakin memburuk.
"Habis dari sana saya ke RS Harapan Bunda lagi, saya tunjukin hasil EEG, tapi dokternya malah panik," ucap Gonti.
Berdasar hasil EEG itu, lanjut Gonti, pihak RS Harapan Bunda kemudian memutuskan untuk mengambil langkah penanganan lanjutan. Yakni, melakukan operasi pada telapak tangan Edwin.
Gonti menerima surat rujukan bedah plastik dari pihak rumah sakit untuk tindakan amputasi pada bagian jari sebanyak 2 ruas.
"Saya kaget. Saya enggak percaya, kenapa harus diamputasi," kata dia.
Gonti pun terpaksa menerima kenyataan, harus merelakan pihak rumah sakit mengamputasi jari tangan buah hatinya itu. "Saya terpaksa rela anak saya cacat seumur hidup, demi keselamatan dia," katanya.
Namun, Gonti tetap mendesak pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pembengkakan telapak tangan anaknya itu. Yang mana pembengkakan itu jauh dari keluhan awal, yakni sakit flu.